Pamit.

Ternyata sudah 1 tahun lebih aku tidak berkabar di blog ini.
Jujur saja semakin hari aku semakin kehilangan minat dalam menulis.
Apalagi jika itu tentang ridhwan, rasanya ingin ku khatamkan saja segala cerita dan berhenti menulis selamanya.
Malas sekali jika harus membahas ridhwan, tapi harus bagaimana jika selalu dia yang berkuasa dalam seisi kepala?
Mau ku pendam sendiri, aku yang pusing. Ya, mau tak mau harus ku tuangkan kembali disini.
Menulis ini pun aku dalam keadaan kesal, jadi jika bahasanya berbeda dari aku yg biasanya pokoknya maklumi saja.

Januari tahun lalu (2018) kami putus, kalau tidak salah sudah ku ceritakan di tulisanku sebelumnya.
Tidak lama setelah itu, februari di hari ulang tahun ku ia mencoba menghubungiku lagi. Memberiku ucapan dalam bentuk PDF, kado yang sama seperti ulang tahunku yang ke 20. Dasar ridhwan tidak punya modal, dia kan bisa mengirimiku cincin atau apapun yang mahal dari turki!!!!!
tapi namanya aku, dikasih ucapan panjang lebar seperti itu saja sudah membuat ku terharu, apalagi itu dari ridhwan.

Sebenarnya saat itu aku bingung, harus bagaimana cara menghadapi ridhwan setelah lebih satu bulan kami lost contact dan putus beneran. (karena aku yang mengakhiri)
Ridhwan kembali datang, kali ini yang ia bawa adalah penyesalan. Ia menyesali sikapnya kepadaku, waktu itu.
Aku menerima penyesalannya, ku maafkan dia, tapi tidak bisa menerima kembalinya.

Kenapa? Karena aku bosan, aku bosan harus mengulang kisah yang sama, aku bosan jika harus kehilangannya lagi.
Perasaanku padanya? tentu saja masih sama, tidak berubah sedikitpun.
Tapi aku sudah memutuskan untuk tegas kepada diriku sendiri, mau sampai kapan aku begini terus, seperti menggantungkan kebahagiaanku pada seseorang yang akupun tidak tau apa ia benar-benar ada atau tidak ada di dunia ini.

2018 sama sekali tidak berkesan, tahun dimana aku putus dengan ridhwan, tahun yang kalau bisa ingin secepatnya ku skip skip skip.
dalam satu tahun, kami sempat beberapa kali berkabar entah via telpon atau sekedar chat. Sangat jarang, mungkin karena kami sama-sama sibuk.
Ridhwan sibuk menyelesaikan kuliahnya, sedangkan aku sibuk bermain game online agar tidak terlalu kepikiran ridhwan (yang sekarang sudah ku uninstall karena ternyata tidak ada gunanya, aku masih saja memikirkannya).

Saat itu perasaan seperti terombang ambing, bingung, ingin kembali tapi takut, tidak kembali aku hampa.
Dari kehilangan ridhwan, aku kembali menemukan diriku yang dulu. Aku yang berhati dingin, kasar, tidak pedulian dan tentu saja mudah bosan.
Beberapa temanku menyambut kembalinya diriku dengan baik, hanya afifah yang bilang "monster is back".

Jujur, tidak satu dua orang lelaki mendekatiku, tapi malah luka perasaan mereka. Ridhwan pernah bilang padaku, kalau aku tipikal orang yang mudah membuat orang lain merasa nyaman dan jatuh cinta. Aku setuju.
Kebanyakan mereka adalah orang-orang baik, hanya baik saja tidak cukup kalau mereka bukan ridhwan. Aku jadi senang membanding-bandingkan, kebiasaanku yang dulu kini terulang.
Aku senang ada yang sayang, tapi aku malas menyayangi balik. Takut mereka akan meninggalkanku, seperti yg dilakukan ridhwan dulu.
Karena aku takut, maka aku yang lebih dulu melukai. Jahat bukan? Siapa suruh sayang aku? Dari awal kan sudah ku bilang, aku masih sayang seseorang.
Kadang aku heran dengan laki-laki, sudah ditolak masih saja keras kepala, sampai ada yang memaksa. NO, Big NO. Bukan seperti itu caranya memenangkan hati seorang aku.

Hubungan ku dengan ridhwan semakin merenggang, yang awalnya sebulan masih ada kontak. Waktu itu semuanya semakin jarang.
Aku ya baik-baik saja, walau kadang masih suka kepikiran. Toh dia bukan kekasihku lagi, toh aku juga yang menolak balikan, toh aku kan yang memilih keadaan ini.

Awal tahun 2019 aku kenal dengan seorang lelaki, di game online. Umurnya lebih muda 2 tahun dariku, bagaimana kalau ku sebut dia "Brondong" saja. Aku tidak akan membahas lebih banyak tentang dia, karena blog ini kan ku buat untuk ridhwan, tidak sopan kalau harus menceritakan lelaki lain disini.
Intinya, si brondong ini tau bagaimana memperlakukan wanita dgn baik (khususnya aku), bahkan setelah beberapa bulan dekat aku tidak pernah mendengar ia marah atau mengeluh sedikitpun. Terbuat dari apa hatinya ini? benar-benar tipe lelaki yang aku butuhkan.

Padahal aku sering sekali menyakitinya, aku tidak pernah segan bercerita tentang ridhwan, ia juga tau sedalam apa aku sayang dengan ridhwan.
Untuk pertama kalinya aku dekat dengan laki-laki sampai berbulan-bulan, biasanya satu bulan juga ku depak mundur dari hidupku.

Andai saja ridhwan punya kesabaran yang brondong ini punya, pasti saat ini kami masih baik-baik saja dan mungkin menikah.
atau andai saja si brondong ini adalah ridhwan sudah pasti ku balas dengan baik perasaannya.
Tapi dia bukan ridhwan, dan ridhwan bukan dia. Ok, mari berhenti membanding-bandingkan!

Tidak pernah terpikirkan menjadikan si brondong ini sebagai pacar, lagipula malas aku berpacaran. Ia menyenangkan hanya karena dia adalah teman, bukan pacar.
Sepertinya akan repot kalau dia jdi pacarku, dan aku tidak mau repot.
Aku maunya direpotkan ridhwan saja, tidak mau yang lain. Titik.

Kalau dipikir-pikir aku ini egois juga, aku senang ada dia, tapi kalau dia tidak ada aku tidak rindu juga, biasa saja.

Setelah sekitar 3 bulan dekat dengan brondong ini, ridhwan datang lagi.
Sebenarnya aku senang ridhwan menghubungiku, mengahabiskan waktu berjam-jam mengobrol dengan ridhwan di telpon masih menjadi momen yang paling tidak ingin aku lewatkan, selain 'tidur siang' tentunya.
Oh ya, februari tahun ini ridhwan tidak mengirimiku hadiah PDF itu lagi, padahal aku sedikit mengharapkannya. Sedikit ya tapi, karena aku tetap berharap banyak dia memberiku sesuatu yang mahal. Minimal iphone X.

Tapi karena dia menghubungiku lagi, aku jdi lupa kekesalan ku perkara PDF itu. Sudah ku maafkan dia.
Bila ada yang berbeda mungkin karena saat ini aku terjebak dengan seseorang yang aku ingin membalas perlakuan baiknya danganku, ada hati lain yang mulai ku khawatirkan.
Aku sebagai wanita yang tidak bisa menyimpan apapun terlebih dihadapan ridhwan, aku berterus terang kalau aku sedang dekat dengan lelaki lain. Reaksi ridhwan ya seperti biasa, ia berdrama seperti "yasudah kamu sama dia aja", kemudian di lain hari ia akan berdrama "kamu pokoknya milikku, bodoamat sama dia".
Sifat kekanak-kanakan ridhwan yang ini, yang sering membuatku kangen.

Aku juga terbuka dengan si brondong, bahwa ridhwan datang. Sebenarnya sebelum ku bilang juga ia pasti sudah tau, karena sifat ku yang aneh belakangan.
Dia cuma bilang kalau dia merasa posisinya terancam, dia bilang tidak apa kalau saingannya yang lain asal jangan ridhwan, tapi ia juga tidak bisa marah karena terlalu takut aku meninggalkannya.
Aku mulai membagi waktu, dimana aku harus bertelponan dengan ridhwan dan si brondong. Tidak mudah harus menghadapi drama mereka berdua, apalagi saat aku telponan dengan yang satu malah yang lainnya juga menelpon.

Tidak lama setelah itu, ridhwan kembali menghilang. Aku beberapa kali berusaha menghubunginya kembali, tapi tidak ada respon. Mungkin dia berusaha keluar dari situasi yang kami bertiga juga tau bahwa itu sama sekali tidak enak.

Aku pun mulai malas-malasan berhubungan dengan si brondong, seadanya saja. Maaf, aku kangen ridhwan, kangen sekali.

Aku memutuskan untuk mengakhiri pertemananku dengan si brondong, sempat ragu karena dimana lagi aku bisa dapat lelaki yang punya ladang sabar paling besar di dunia. Kalau aku harus menikah, aku mau menikah dengan seseorang yang seperti dia.
Tapi ya bagaimana? aku tidak mencintainya, sudah ku coba, tidak bisa.
Semakin hari sifatku juga semakin semena-mena, kasihan dia harus terluka karena aku masih sayang ridhwan. Padahal dia tidak tau apa-apa, dia hanya orang baru. Lantas kenapa dia yang harus bertanggung jawab atas kepatahhatian ku dengan ridhwan?
Dia orang baik, pasti banyak wanita baik yang menunggunya.
Mungkin aku sudah sia-siakan seseorang yang benar-benar mencintaiku, hanya untuk seseorang yang bahkan tidak pernah memperjuangkan aku. Tapi tidak masalah, nanti karmanya aku yang tanggung.
Dia tidak mau melepaskan aku, tapi aku tetap dnegan keputusanku. Sampai saat ini pun ia masih sering menghubungiku, meminta bertemu, meminta kembali dan ia bilang ia akan menungguku. Ku bilang, jangan menunggu karena aku tidak akan kembali.

Beberapa saat setelah perpisahan dengan si brondong itu, ridhwan menghubungiku. Ia pamit, untuk benar-benar pergi selamanya. Ia bilang ia tidak akan kembali, benar-benar tidak akan kembali.
Aku ya sedih, marah, kesal. Semua perasaan berkecamuk, ingin sekali aku menangis tapi ku tahan-tahan. Dari sekian banyak hal yang ingin ku sampaikan, aku hanya bilang "Iya, terserah kamu".
Begitulah caraku melepaskan seseorang yang paling aku cintai selama 2 tahun terakhir ini.

Aku tidak tau, kalau sesuatu yang sudah berakhir ternyata masih bisa diakhiri lagi. Rasanya sama menyakitkan.
Padahal belum lama ini ia berjanji tidak akan kemana-mana lagi, tidak akan memblokir sosmedku lagi, tidak akan jauh dari pandanganku. Beruntung saat itu aku tidak percaya, karena aku mengenal ridhwan, bukan ridhwan namanya kalau tidak meninggalkanku.

Aku hanya menyayangkan, kenapa sih aku bisa sayang sekali dengan orang yang sepengecut dia? bisa tidak aku jatuh cinta sama yang lain saja?
Aku bosan sekali harus melepaskan dia lagi dan dia lagi.

Lagian kenapa sih harus pergi selamanya? aku salah apa? memangnya terlalu sayang itu salah ya? Aku kan tidak mengganggunya, aku cuma menghubunginya beberapa kali itupun tidak direspon. Aku juga tidak menuntutnya apa-apa.
Kenapa juga sosial mediaku diblokir semua? aku kan tidak pernah komen aneh-aneh di instagram story dia.
Ya Allah, mungkin keberadaanku di dunia ini saja sudah sangat mengganggu pemandangannya. Mungkin ia lebih senang kalau tidak melihatku, membaca namaku di friendlistnya saja mungkin sudah membuatnya marah. Kalau aku tidak penting ya tinggal abaikan saja, gitu aja kok susah. Anggap saja aku tidak ada kan gampang.

Aku sering berpikir.
Pernah tidak ya terbesit di kepalanya untuk memperjuangkanku sekali saja, maksudku secara nyata?
Mungkin tidak pernah.
Saat dulu putus, aku menghilang dan memblokir semua sosmednya. Dia bahkan tidak berusaha menelpon ke nomor telponku. (padahal dulu aku sampai habis pulsa menelpon ke nomor telponnya)
Saat aku bilang aku tidak ingin balikan karena dia tidak nyata bagiku, kenapa dia tidak datang saja kesini? aku percaya dia punya waktu, semua kembali ke kemauan, intinya dia tidak mau yasudah. Padahal aku tau ia beberapa kali sempat pulang ke Indonesia.
Mungkin sesepele itu aku baginya, seremeh itu perasaanku. Kalau begitu ya pantas saja kalau dia tidak mau berjuang untuk ku.

Enteng sekali ridhwan mengucap pisah, sementara berat sekali hatiku melepaskannya.
Di satu sisi aku merasa lebih baik begini, jika ia pergi selamanya aku tidak perlu kehilangannya lagi, harusnya aku bersyukur tapi aku tidak bisa.
Bagaimana bisa aku mensyukuri sebuah perpisahan? yang benar saja.

Yang paling membuatku kesal adalah setelah segala yang ia lakukan padaku, aku tidak bisa benar-benar membencinya.
Akan ku usahakan, besok mungkin, hari ini jangan, hari ini aku masih sibuk merindukannya.

Di belahan bumi manapun dia berada saat ini, semoga Allah menjaganya baik. Aku selalu berdoa yang baik-baik untuknya, tapi ada juga yang buruk, seperti jangan sampai ia menikah dengan wanita yang lebih cantik dariku. Karena paling tidak jika nanti aku bersedih karena berita pernikahannya, aku masih bisa bersyukur karena aku lebih cantik dari istrinya.

Sekesal-kesalnya aku padanya, aku tidak menyesal pernah mencintainya.
Mungkin setelah ini aku tidak akan pernah jatuh cinta lagi, aku hanya akan berusaha menerima kasih sayang seseorang itu dan membalasnya dengan memperlakukannya dengan sebaik-baiknya. Meski aku tidak bisa berjanji untuk tidak menyakitinya.

Ridhwan, selamat tinggal.
aku janji akan selalu baik-baik saja, jadi jangan datang lagi hanya untuk menyapa dan menanyakan kabarku, kemudian pergi lagi.
Seperti yang terakhir ku bilang, aku menghargai segala keputusanmu yang bilang kalau ini adalah yang terbaik untukku. Semoga saja benar.
Tapi siapa bilang kamu bisa pergi selamanya dan tidak akan bertemu denganku lagi?
Jangan lupa kamu masih punya utang 3juta dollar, pokoknya akan ku tagih di akhirat nanti.

Hahaha, sampai jumpa Ridhwan.
Aku pamit, juga.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dipertemukan untuk berpisah dengan cara yang lebih perih.

He broke the girl who loved him more than she loved herself.

Rindu.