Dipertemukan untuk berpisah dengan cara yang lebih perih.
Ridhwan datang lagi, entah ini sudah kali ke berapa, tentu selalu di luar dugaanku.
Aku bukan orang yang piawai dalam hal menebak, terlebih jika itu menyangkut ia. Aku tidak pernah tau kapan ia akan meninggalkan ku dan kapan ia akan kembali lagi padaku.
Hanya saja jika itu sebuah kebiasaan, mengapa belum bisa juga aku menjadi terbiasa?
Harusnya aku baik-baik saja saat ia pergi, karena cepat atau lambat ia juga akan kembali seperti biasanya.
Tapi aku belum bisa, aku tidak akan pernah terbiasa. Bagiku, perginya masih menjadi satu hal yang paling menyakitkan dalam hidupku. Aku masih menangisinya seolah-olah ia akan pergi untuk selamanya.
Aku mungkin masih lah orang yang sama, menerima kembalinya aku tak pernah keberatan.
Sebanyak apapun usahaku mencoba membencinya atas apa-apa yang pernah ia lakukan, aku masih sama, memeluknya selalu menjadi hal yang paling aku butuhkan.
Teman-temanku bilang ridhwan mungkin bukan orang baik, jika ia baik ia tak mungkin setega itu, seenaknya bisa pergi dan kembali kapanpun ia mau.
Tapi setiap kali aku berpikir pasti ada orang yang lebih baik dari ridhwan, aku berharap tidak akan bertemu orang itu.
Dan setiap kali mereka bilang ridhwan adalah orang yang salah, aku sama sekali tidak menginginkan orang yang benar.
Sebegitunya aku cinta ridhwan.
Saat kemarin ridhwan meminta balikan, aku menolaknya. Bukannya aku tidak mau, aku pikir saat ini ridhwan tak membutuhkan sebuah hubungan, ia hanya butuh seseorang disampingnya.
Hubungan ku dengannya selalu berjalan rumit, dan aku tidak mau memperumit hidupnya untuk saat ini.
Aku sadar ia seorang mahasiswa akhir tahun dan sedang terlibat dengan urusan mahasiswa-mahasiswa baru disana.
Menjadi kekasihnya (lagi) mungkin bukan keputusan yang tepat, aku tak mau ia terbebani harus selalu ada untukku, terlebih masih banyak urusan yang harus ia selesaikan.
Aku harap aku bisa menjadi selalu ada untuknya, berhenti egois dengan apa yang aku inginkan dan belajar mendengarkan.
Ia mungkin bukan lagi milikku, seseorang bisa kapan saja mengambilnya dari diriku. Tapi setidaknya aku sudah melakukan satu hal yang benar, lagipula aku percaya apa yang ditakdirkan untukku maka akan kembali kepadaku kan?
Ridhwan,
aku senang kamu selalu memilih aku menjadi tempat kembali.
Hanya saja kali ini, mungkinkah kita dipertemukan lagi untuk berpisah dengan cara yang lebih perih?
Aku bukan orang yang piawai dalam hal menebak, terlebih jika itu menyangkut ia. Aku tidak pernah tau kapan ia akan meninggalkan ku dan kapan ia akan kembali lagi padaku.
Hanya saja jika itu sebuah kebiasaan, mengapa belum bisa juga aku menjadi terbiasa?
Harusnya aku baik-baik saja saat ia pergi, karena cepat atau lambat ia juga akan kembali seperti biasanya.
Tapi aku belum bisa, aku tidak akan pernah terbiasa. Bagiku, perginya masih menjadi satu hal yang paling menyakitkan dalam hidupku. Aku masih menangisinya seolah-olah ia akan pergi untuk selamanya.
Aku mungkin masih lah orang yang sama, menerima kembalinya aku tak pernah keberatan.
Sebanyak apapun usahaku mencoba membencinya atas apa-apa yang pernah ia lakukan, aku masih sama, memeluknya selalu menjadi hal yang paling aku butuhkan.
Teman-temanku bilang ridhwan mungkin bukan orang baik, jika ia baik ia tak mungkin setega itu, seenaknya bisa pergi dan kembali kapanpun ia mau.
Tapi setiap kali aku berpikir pasti ada orang yang lebih baik dari ridhwan, aku berharap tidak akan bertemu orang itu.
Dan setiap kali mereka bilang ridhwan adalah orang yang salah, aku sama sekali tidak menginginkan orang yang benar.
Sebegitunya aku cinta ridhwan.
Saat kemarin ridhwan meminta balikan, aku menolaknya. Bukannya aku tidak mau, aku pikir saat ini ridhwan tak membutuhkan sebuah hubungan, ia hanya butuh seseorang disampingnya.
Hubungan ku dengannya selalu berjalan rumit, dan aku tidak mau memperumit hidupnya untuk saat ini.
Aku sadar ia seorang mahasiswa akhir tahun dan sedang terlibat dengan urusan mahasiswa-mahasiswa baru disana.
Menjadi kekasihnya (lagi) mungkin bukan keputusan yang tepat, aku tak mau ia terbebani harus selalu ada untukku, terlebih masih banyak urusan yang harus ia selesaikan.
Aku harap aku bisa menjadi selalu ada untuknya, berhenti egois dengan apa yang aku inginkan dan belajar mendengarkan.
Ia mungkin bukan lagi milikku, seseorang bisa kapan saja mengambilnya dari diriku. Tapi setidaknya aku sudah melakukan satu hal yang benar, lagipula aku percaya apa yang ditakdirkan untukku maka akan kembali kepadaku kan?
Ridhwan,
aku senang kamu selalu memilih aku menjadi tempat kembali.
Hanya saja kali ini, mungkinkah kita dipertemukan lagi untuk berpisah dengan cara yang lebih perih?
Komentar
Posting Komentar