Hampir Putus.
Di luar hujan sedang deras-derasnya, setelah beberapa minggu ini cuaca ekstrim panas minta ampun.
Aku hampir saja memutuskan pindah ke planet lain, bersama Ridhwan tentunya. Planet yang super dingin kalo bisa, biar aku punya alasan memeluknya setiap detik. Ahaha dasar wanita licik.
Seperti biasa hujan selalu menjadi moment yang wajib aku rayakan, dengan rebahan di kamar, pasang headset dan mulai menulis.
Biasanya aku menulis puisi, sekarang males. Maunya menulis tentang Ridhwan saja.
Sebenarnya kemarin kami bertengkar, tidak bertengkar sih hanya berdebat atau berdiskusi atau apa lah itu, yang jelas kemarin kami hampir putus.
Jujur hubungan kami belakangan ini memang merenggang, Ridhwan semakin jarang mengabariku, chatku bahkan bisa dianggurin berhari-hari.
Otomatis diriku yang pada dasarnya memang overthinking people ini kan pikirannya semakin melalangbuana, aku terus-terusan mengkhawatirkannya dan itu menyiksaku.
Menurut ku Ridhwan sudah tidak membutuhkan ku lagi, ada atau tidak adanya diriku sudah tidak berpengaruh di hidupnya.
Sudah hampir sebulan aku membatin, jadi aku memutuskan untuk mengungkapkannya saja dan bersiap menerima apapun resikonya nanti, yang jelas aku sudah tidak tahan lagi menyimpannya sendirian.
Ridhwan menanggapinya dengan tenang, dia bilang hal-hal seperti ini sudah sering dibahas dan harusnya sudah khatam. Aku tidak setuju, aku mau tetap membahasnya sampai selesai. Ku bilang apa gunanya hubungan kalau kita tidak tau apa-apa tentang pasangan kita, apa bedanya aku dengan teman-temannya yang ia jumpai seminggu sekali?
Lalu entah setan mana yang merasukiku sampai aku bilang "kalau begini mending kita temenan aja"
Daaaaaannn, respon Ridhwan tentu saja "yasudah kalo kamu maunya begitu"
Kecewa sekali rasanya, karena itu artinya Ridhwan lebih memilih berteman denganku daripada berusaha mengabariku.
Tentu saja itu bukan mauku, kalaupun putus aku tidak mau berteman dengannya, aku mau memusuhinya sampai mati, menghancurkan hidupnya, membunuh calon istrinya, pokoknya aku tidak mau melihatnya berbahagia tanpaku. Titik.
Tapi saat itu aku pasrah, ku bilang "yasudah kalo itu memang satu-satunya jalan", terus ridhwan bilang kalau sebenarnya ada jalan lain yaitu dengan cara tidak memikirkan hal-hal yang tidak penting seperti itu lagi, menjalaninya seperti biasa dan percaya kalau secepatnya dia akan mengabari dan menghubungiku.
Melihat ridhwan memberi jalan lain, aku menyimpulkan itu sebagai jawaban bahwa dia masih membutuhkanku.
Kemudian Ridhwan meminta maaf, entah untuk apa. Tapi aku langsung merasa tenang, sangat tenang.
Seperti biasa kata maaf dari ridhwan selalu mengandung magic di dalamnya, tidak pernah gagal menenangkan ku, rasa-rasanya ketika ia minta maaf semua permasalahan hilang begitu saja.
Ingin rasanya aku langsung memeluknya dan menghujaninya dengan ciuman, andai dia ada di hadapanku.
Aku lega, kami tidak jadi putus.
Sebenarnya ada rasa cemas seandainya kemarin kami benar-benar putus. Karena jauh-jauh hari sebelum aku memutuskan kembali dengan Ridhwan, aku berjanji pada diriku sendiri, bahwa ini adalah kali terakhir aku balikan dengannya. Bila suatu hari nanti aku putus, aku benar-benar tidak akan kembali lagi. Janjiku juga disaksikan langsung oleh sahabatku Afifah, yang pasti sedang membaca blog ini. (Hai!)
Karena aku merasa ini adalah kali terakhirku, aku mencoba berusaha memberikan yang terbaik versiku untuk hubungan ini, berusaha selalu ada saat Ridhwan butuh, dan menjaga komitmen ku dengannya.
Itulah kenapa kemarin ketika aku merasa Ridhwan sudah tidak membutuhkanku, aku berpikir untuk mengakhiri ini, sebab buat apa lagi aku selalu ada kalau dia tidak butuh?
Aku tidak mau ada penyesalan jika kelak Allah menakdirkan kami untuk berpisah.
Kali ini aku akan habis-habisan mempertahankan ridhwan.
Bahkan jika suatu hari nanti ridhwan tidak mencintaiku lagi, aku bersedia membuatnya kembali mencintaiku.
Tapi jika ia sudah mencintai wanita lain dan sudah tidak membutuhkanku lagi, ku rasa itulah akhir dari kisahku dengannya.
Aku akan melepaskannya, aku tidak mau menghalangi jodohnya dan ku biarkan semesta berkerja.
Ku doakan semoga itu tidak pernah terjadi bahkan dalam mimpi sekalipun, karena bukan itu akhir yang aku mau.
Aku mau tetap membersamai Ridhwan, menua dan mati disampingnya.
-----
Ridhwan,
kita mungkin akan melewati lebih banyak hujan dan badai.
Tapi maukah kamu merayakannya bersamaku, rebahan di kamar, berbagi headset dan menemaniku menulis tentangmu?
Kemarin kita juga hampir putus, bisa saja terjadi lagi entah besok, lusa atau kapanpun. Maka berjanjilah selalu menemukan jalan lain untuk terus bersama denganku.
Sampai tua ya ridhwan...
-----
mengutip satu twit lamaku untuk ridhwan
"persetan dengan rasa nyaman, aku mencintaimu di segala suasana."❤
Komentar
Posting Komentar