Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2017

Siapa yang paling mencintai?

Setiap hari yang aku lalui tanpa Ridhwan adalah hari-hari yang sulit. Belum pernah aku merasa seberantakan ini, sesakit ini, segila ini hanya karena kehilangan seseorang yang bahkan tidak mau berjuang untuk ku. Kemarin aku menghubungi Ridhwan, aku sudah tidak tahan. Aku bilang aku mau menunggunya kapanpun ia ingin kembali, ia bilang "Iya, terserah." Aku merasa ditampar, aku sedikit tersadar. Aku heran, kenapa hati manusia mudah sekali berubah? Rasanya baru kemarin Ridhwan begitu sangat mencintaiku, sekarang ia bahkan tak mau perduli dengan ku. Lantas kenapa hati ku tidak? Aku tak pernah dengan mudah mencintai seseorang, begitu juga berpindah. Aku butuh banyak waktu, aku butuh bertahun-tahun, aku butuh perjalanan yang panjang. Aku kira, aku sudah sampai pada "suatu hari nanti" yang selalu aku semogakan, ternyata aku keliru. Seakan tidak cukup rasa sakit yang harus aku pikul beberapa tahun terakhir, aku malah berpisah lagi dengan cara yang lebih menyakitkan. Hany...

Patah hati terdalamku.

Baru kali ini aku mendengar Ridhwan menangis, saking kesalnya dia denganku. Ridhwan marah, aku tak membalas pesan darinya (lagi). Belakangan dia jadi sangat dingin, pasca masalah aku kehabisan kuota dan tak bisa menghubunginya seharian, ditambah sinyal yang kurang mendukung. Permasalahan selesai, tapi Ridhwan masih dingin. Karenanya aku jadi sangat berhati-hati, ku jadi takut salah-salah, aku takut mengganggunya barang kali ada masalah pribadi. Semakin dia dingin, semakin aku merasa dia tidak membutuhkan ku. Dia bahkan pernah bilang pada sahabatku bahwa dia ingin menjauh dariku. Aku khawatir. Setelah memarahiku habis-habisan, Ridhwan memutuskan untuk berpisah. Dia bilang "Kamu bisa gak pergi aja jauh-jauh dari hidupku, dan kita sudahi semuanya?" Aku menangis tersedu-sedu, tidak percaya. Aku kehilangannya lagi. Ridhwan bilang aku tidak pernah memperdulikannya, tidak pernah menyayanginya, selalu melakukan kesalahan yang sama, dia lelah selalu tersakiti dan dia sudah muak...

Balikan.

Hari ketiga setelah putus, Ridhwan menghubungiku. Sengaja aku menahan diriku mati-matian untuk tidak menghubunginya duluan, dengan menguninstall whatsapp dan vakum instagram-an. Menghindari hal-hal ceroboh yang bisa saja aku lakukan dan mungkin malah semakin membuatnya marah dengan ku. Pagi itu aku menginstall whatsapp lagi, karena ada sesuatu yang harus aku cek di grup kampus. Aku lihat ada pesan dari ridhwan, aku senang bukan main. Perasaan ku langsung berubah drastis, mood ku jauh lebih baik. Tapi setelah membaca pesannya aku kecewa, dia bilang "Utang-utang ku ke kamu mau ditagih aja apa diikhlasin?" Yang dimaksud utang-utang disana adalah janji-janjinya selama ini. Aku males berdebat, akhirnya aku bilang "sudah aku ikhlasin semuanya", terus dia bales "terimakasih". Dasar memang Ridhwan, dia bahkan tidak menanyakan kabarku. Dan memang dasarnya aku yang tidak bisa menahan rasa penasaran dengan apapun tentangnya, malah aku mencoba basa-basi menanya...

Tulisan pertama Ridhwan, untuk ku.

Untuk yang tersayang, Eka Febrianty.   Perlu kamu tahu sebelumnya, bahwa aku ini bukan orang yang biasa menuliskan sesuatu. Bahkan ketika menerima asupan materi kuliah dari dosen sekalipun. Alasannya hanya karna aku malas. Meskipun aku sering mendengar bahwa selain dengan minum air putih dingin, perasaan lega dapat dijumpai dengan menuliskan ide, gagasan atau apapun yg ada di kepala kita, aku tidak begitu tertarik. Tapi, kali ini aku merasa harus menuliskan sesuatu yang beberapa minggu terakhir ini acap kali menjadi sumber kebahagiaanku. Mungkin ini akan menjadi tulisan terpanjang sejak karangan bebas yang kubuat di kelas 5 Sekolah Dasar. Dia biasa dipanggil Eka. Lengkapnya, Eka Febrianty. Mungkin karna dia anak pertama, dan lahir di bulan Februari. Sedikit tentangnya, menurutku dia manis, punya suara yang lucu, dan terpenting, dia selalu benar. Pada dasarnya, dia sama seperti perempuan lainnya. Yang membedakan hanya dia tidak punya pensil alis, dan lebih rumit dari konjektur a+b...

Putus.

Kemarin, Ridhwan memutuskan untuk berpisah. Pagi itu, ia bilang sekarang semuanya sudah berakhir. Aku menutup mata ku setelah selesai membaca pesan terakhir darinya, semampunya aku menahan air mataku agar tidak terjatuh. Aku telah kehilangannya, itulah kenyataan yang saat ini harus ku terima. Kemarin malam kami memang bertengkar hebat, aku mengangkat telpon seorang kenalan di LINE. Ridhwan habis-habisan memarahiku, aku salah dan aku mengakuinya. Ia bilang aku membohonginya, aku sudah minta maaf menjelaskan semuanya bahwa orang itu tidak lebih dari kenalan dan aku tak pernah punya niat untuk lebih jauh dari itu, tapi memang dasarnya Ridhwan itu batu, ia bahkan tak mau tau. Dia bersikeras untuk menghubungi pria itu, sialnya pria itu mengaku akulah yang memulainya. Aku kecewa, ridhwan mempercayainya. Sekarang aku kalah telak, aku tidak punya pembelaan lagi. Satu-satunya orang yang ku percaya malah tak bisa mempercayai ku. Aduh rasanya ingin sekali saat itu aku tertawa, ia mengenal ku...

Kesalahan yang sama❔

Sama seperti kebiasaan pasangan lain, aku dan Ridhwan juga sering bertengkar. Bedanya setiap pertengkaran selalu terjadi karena kesalahan ku, kesalahan yang sama yang selalu ku ulang-ulang katanya. Aku baru saja menutup telpon darinya, ia ketiduran. Ia pasti kelelahan habis memarahiku dengan perkataan dan teguran yang sama seperti sebelum-sebelumnya. Ia bilang aku tak pernah menyadari kesalahan ku, ia lelah dan sekarang semuanya terserah aku. Aku mau begini-begitu semuanya terserah aku, karena aku juga tidak pernah mendengar apa yang ia bilang katanya. Lalu aku menangis seperti biasa, ia tak perduli, dipikirannya aku salah, dan aku harus menyadari dan belajar dari semua itu. Masalahnya adalah ia bilang aku tidak bisa membuktikan kalau aku benar-benar sayang dengannya. Aku sering menghilang, sering tak ada kabar dan tak pernah memperdulikannya. Aku bingung, aku jelas sangat menyayanginya. Tapi mengapa dan mengapa perasaan itu tak pernah sampai padanya. Aku mengingatkannya makan, a...