Lunas sudah.



Beberapa hari ini aku sangat berantakan.

Aku dan ridhwan putus (lagi), bukan hal yang baru pastinya. Kali ini aku melakukan kesalahan, yang ia bilang tidak termaafkan. Aku berbohong padanya, dan tentu ia marah besar.

Sama seperti kejadian beberapa bulan lalu, aku mengangkat telpon pria lain, hanya saja bedanya kali ini aku berbohong. Jika kalian bertanya kenapa aku harus berbohong, jawabannya adalah karena aku takut. Aku takut ridhwan marah, lalu meninggalkan ku lagi. Tapi apapun alasannya, ini tetap salah.

Aku tidak tau kenapa kehilangan ridhwan selalu menjadi hal yang paling menakutkan untukku. Bukan karena pria lain itu penting, pria itu hanya seseorang yang tak terlalu ku kenal, seingat ku kami pernah telponan satu kali beberapa bulan yang lalu (tentunya waktu aku putus dengan ridhwan) itupun tak lebih dari 10 menit, setelah itu kami tidak pernah berkomunikasi lagi, aku pikir karena kami tidak tertarik satu sama lain. Malam itu pria itu tiba-tiba menelpon ku, refleks ku angkat saja. Ku tanya “ada apa ya malam-malam?” malas aku basa-basi, ia bilang ia hanya bosan saja sedang menunggu jemputan temannya untuk ke acara tradisi lahiran di kampungnya, belum selesai ia menjelaskan acara itu temannya datang, ia menutup telponnya setelah kurang lebih 12 menit ngobrol dan tak ada komunikasi lagi setelah itu sampai dengan sekarang.

Tidak heran orang bilang, ketakutan bisa membuat orang melakukan apa saja. Ridhwan benar, jika aku takut kehilangannya harusnya aku tidak mengangkat telpon pria itu dari awal. Aku tidak tau, aku bisa menjadi sebodoh ini. Aku minta maaf berkali-kali mengakui kesalahanku, aku pun sampai meminta ampun dengannya. Ridhwan tegas tak mau memaafkan ku, dimatanya aku bersalah dan aku sama sekali tidak membantah.
Aku sangat menyesal, malamnya aku mencoba minta maaf lagi. Ia menolak dengan alasan ia masih waras dan sudah terlalu sering memaafkanku pun memberi kesempatan. Rasanya ingin sekali aku berlutut di kakinya andai ia di hadapanku. Aku akan menjadi serendah-rendahnya, jika itu menyangkut orang yang ku cinta.

2 hari aku menghukum diriku, aku hanya menghabiskan waktu menangis, tidak di kantor, di rumah sahabatku Ridha, di kasurku sambil menyesali semuanya.
Malam itu aku tidur lebih cepat, karena lelah menangis seharian. Aku kebangun, ada telpon dari ridhwan. Ku pikir ia mau membicarakan semuanya dengan lebih baik, tapi aku salah besar yang ku dapat malah sebaliknya. Dan mengangkat telponnya malam itu adalah keputusan yang paling aku sesali, melebihi saat aku mengangat telpon pria lain 2 hari sebelumnya.
Aku hafal tabiat ridhwan saat marah, ia kasar lidahnya lebih tajam dari belati manapun. Tapi malam itu aku merasa seperti sehina-hinanya wanita, ia perlakukan aku layaknya pembohong yang dalam hidup hanya bisa berbohong kapanpun dan kepada siapapun, ia bilang aku munafik dan ia sudah muak. Aku hanya bisa menangis dan meminta maaf  mendengar ia mengatai dan menceramahiku panjang lebar. Sampai hati ia mendengar ku menangis, ia tetap melanjutkan semua yang ada dalam pikiran dan hatinya, tak ada yang bisa menghentikannya. Ia bilang sahabat-sabahat ku tak ada yang mempercayaiku, karena apapun yang aku katakan hanyalah kebohongan. Aku menangis tersedu, atas dasar apa ia menghakimiku layaknya pendosa yang tak terampuni? Di akhir kalimat ia menutup dengan ia bilang ia sudah memaafkan ku, ia berharap aku tidak akan berbohong lagi dengan orang lain di masa yang akan datang. Ia menutup telponnya, aku menangis sejadi-jadinya, itu adalah 30 menit terpanjang dalam hidupku.

Ridhwan,
Aku mungkin berbohong, tapi aku bukan pembohong. Hanya karena kamu tidak bisa mempercayaiku, apa lantas itu menjadikan ku seorang pembohong? Aku bersalah, bukankah dari awal aku tidak pernah membantahnya? Kau berhak pergi dan tidak memaafkan ku di sepanjang sisa usiamu.
Tapi kamu entah dengan sadar atau tidak menelpon ku malam itu, telah sengaja mati-matian membuat ku disiksa rasa bersalah dan merasa hina melebihi sampah. Sebelum kamu mengatai ku dramatis, tolong tanyakan ke semua wanita manapun dan jangan lewatkan ibumu, bagaimana rasanya diperlakukan seperti itu terlebih oleh orang yang kita cintai dan kita pikir juga mencintai kita.

Ridhwan, aku rasa malam itu aku sudah menebus semua kesalahanku, hutangku sudah lunas.
Jangan terlalu merasa tersakiti, kau hanya seseorang yang dibohongi orang yang bahkan tidak pernah kamu percayai bukan? sedangkan aku adalah seseorang yang dihancurkan dengan sengaja oleh orang yang teramat sangat aku cintai.

Terlepas dari segala kesalahanku, aku masihlah seorang wanita. Harusnya kamu berhenti, saat mendengar tangisku. Kamu harusnya melihat betapa tersiksanya aku mendengar semua apa yang kamu lampiaskan padaku. Tapi aku harap kamu, ridhwanku, sudah puas dengan segalanya. Karena jika belum, aku tidak yakin bisa menghadapinya. Jika kamu mencoba mematahkanku, kamu sudah berhasil, karena kali ini kamu tidak lagi menyakitiku, kamu sepenuhnya menghancurkanku.

Tapi selalu dan selalu, dari apa yang kamu perbuat, apa yang kamu katakan dan apa-apa yang membuat ku tersakiti, tidak pernah sedikitpun mengubah perasaanku terhadapmu.
Hanya saja, tolong jangan lagi bertanya apakah aku baik-baik saja, karena setelah semuanya, bagaimana bisa?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dipertemukan untuk berpisah dengan cara yang lebih perih.

He broke the girl who loved him more than she loved herself.

Rindu.