Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

Dipertemukan untuk berpisah dengan cara yang lebih perih.

Ridhwan datang lagi, entah ini sudah kali ke berapa, tentu selalu di luar dugaanku. Aku bukan orang yang piawai dalam hal menebak, terlebih jika itu menyangkut ia. Aku tidak pernah tau kapan ia akan meninggalkan ku dan kapan ia akan kembali lagi padaku. Hanya saja jika itu sebuah kebiasaan, mengapa belum bisa juga aku menjadi terbiasa? Harusnya aku baik-baik saja saat ia pergi, karena cepat atau lambat ia juga akan kembali seperti biasanya. Tapi aku belum bisa, aku tidak akan pernah terbiasa. Bagiku, perginya masih menjadi satu hal yang paling menyakitkan dalam hidupku. Aku masih menangisinya seolah-olah ia akan pergi untuk selamanya. Aku mungkin masih lah orang yang sama, menerima kembalinya aku tak pernah keberatan. Sebanyak apapun usahaku mencoba membencinya atas apa-apa yang pernah ia lakukan, aku masih sama, memeluknya selalu menjadi hal yang paling aku butuhkan. Teman-temanku bilang ridhwan mungkin bukan orang baik, jika ia baik ia tak mungkin setega itu, seenaknya bisa...

Wake me up when september ends.

Here comes the rain again Falling from the stars Drenched in my pain again Becoming who we are As my memory rests But never forgets what I lost Wake me up when September ends~ Hujan-hujan, musik dan kangen mantan, sepertinya perpaduan yang pas untuk hari ini. Aku tidak mau menjelaskan seberapa banyak aku kangen ridhwan, karena rasanya terlalu membosankan membahas panjang lebar tentang sesuatu yang sebenarnya sudah sangat jelas. Bulan september ini, sama saja dengan september tahun lalu. Bedanya ini adalah bulan pertama di tahun 2017 yang aku lalui tanpa ridhwan. Ridhwan disana mungkin sudah masuk kuliah dan kembali menjalani hari-hari sibuknya. Hari-hari yang buruk juga mungkin, karena sudah tak bisa lagi begadang main pes sampai pagi dengan teman-temannya. Mengingat apartemen ridhwan sudah dekat dengan kampus, jadi mungkin ia akan bejalan kaki saja kesana tapi bisa juga naik bus kalau kalau ia bangun kesiangan seperti biasa. Asal jangan bolos saja, karena sudah tak ada lagi...

Tadi malam.

Aku tidak sadar bisa mencintai seseorang sedalam ini. Tadi malam bantal ku basah, aku betah menangisi ridhwan semalaman. Setelah putus kemarin, ridhwan tetap berusaha menjaga kontak denganku. Tapi tadi malam, ku bilang aku tak mau dibayang-bayangi lagi olehnya ku harap ia tak sering-sering menghubungiku. Aku bohong, berat sekali mengatakan hal itu, terlebih setiap ia menghubungiku aku merasa sangat bahagia. Di hati ku ridhwan selalu spesial, bagaimana bisa aku berteman dengannya? Saat ridhwan bilang ia ingin kami menjadi seorang teman, itu sulit, aku tidak mau mengurangi perasaan ku apalagi mengubah perasaan ku menjadi hanya sebatas teman. Menjaga hubungan dengannya hanya akan membuat ku berharap hal-hal yang harusnya tak ku harapkan, pun aku belum siap menjadi teman yang harus mendengar ia bercerita tentang wanita lain. Karena pada akhirnya aku hanya akan menyakiti diriku sendiri. Aku tidak bisa lagi berbohong dan menjadi baik-baik saja atas semuanya. Tadi malam usai melepaskan r...

Lunas sudah.

Beberapa hari ini aku sangat berantakan. Aku dan ridhwan putus (lagi), bukan hal yang baru pastinya. Kali ini aku melakukan kesalahan, yang ia bilang tidak termaafkan. Aku berbohong padanya, dan tentu ia marah besar. Sama seperti kejadian beberapa bulan lalu, aku mengangkat telpon pria lain, hanya saja bedanya kali ini aku berbohong. Jika kalian bertanya kenapa aku harus berbohong, jawabannya adalah karena aku takut. Aku takut ridhwan marah, lalu meninggalkan ku lagi. Tapi apapun alasannya, ini tetap salah. Aku tidak tau kenapa kehilangan ridhwan selalu menjadi hal yang paling menakutkan untukku. Bukan karena pria lain itu penting, pria itu hanya seseorang yang tak terlalu ku kenal, seingat ku kami pernah telponan satu kali beberapa bulan yang lalu (tentunya waktu aku putus dengan ridhwan) itupun tak lebih dari 10 menit, setelah itu kami tidak pernah berkomunikasi lagi, aku pikir karena kami tidak tertarik satu sama lain. Malam itu pria itu tiba-tiba menelpon ku, reflek...

Terimakasih sudah kembali.

Dua minggu yang lalu ridhwan kembali, seperti biasanya. Hanya saja, kali ini ia datang atas keinginannya sendiri, maksud ku bukan karena permintaan atau paksaanku. Di satu sisi aku senang, di sisi lain aku marah. Entah marah kepada siapa, yang jelas bukan padanya. Aku masih terlalu lemah untuk marah dengannya. Ridhwan meminta ku untuk kembali sama-sama lagi, ku bilang aku hanya mau berteman. Bukannya menolak, gila saja, mana bisa? Aku hanya terlalu takut. Terus terang aku ini penakut, dulu selama bertahun-tahun aku takut sekali jatuh cinta, patah hati dan dikhianati lagi. Aku mudah jera akan sesuatu dan aku mengakuinya. Tidak sekali dua kali tentunya aku dekat dengan pria sebelum ridhwan, tapi tidak dengan jatuh cinta. Aku tidak pernah membiarkan diriku jatuh ke zona itu, mencintai seseorang selain diriku sendiri bagiku sama dengan bahaya. Aku tak suka bergantung dengan seseorang kecuali sahabatku, afifah. Eh tapi kalau ku pikir lagi, ia lah yang selalu bergantung pada ku hahaha. ...

Aku kangen.

Ridhwan, aku kangen. Seminggu sudah kami berpisah dan aku bahkan tidak menangis sedikit pun. Bukan karena semua ini tidak terasa menyedihkan, hanya saja bagiku sejauh apapun ridhwan melangkah, di ingatan ku ia masih sangat dekat. Aku rindu suaranya, aku masih ingat caranya memanggilku "sayang" dengan lembutnya. Dan ku rasa suara ridhwan adalah pengantar tidur terbaik di sepanjang hidupku. Aku rindu berdebat dengannya, mendengar ia mendengkur saat tertidur, bercerita sepanjang malam tentang teman-temanku, rindu bagaimana cara ia menghibur ku dan aku juga rindu saat ia bilang ia sangat merindukan ku. Tapi entah kenapa aku tak penasaran dengan kabarnya, aku tau ia pasti baik-baik saja. Ridhwan selalu bisa mengatasi semuanya dengan baik, begitulah ia. Ridhwan itu nyaris sempurna, kelak jika ia terlahir kembali aku mau ia jdi menantuku. Biar kalau ia menyakiti puteriku, aku bisa memarahinya hahaha. Teman-temanku pun mulai bertanya bagaimana hubungan ku dengan ridhwan, aku te...

Selamat tanggal 12, aku sudah habis.

Semesta itu lucu. Kemarin adalah waktu terlama aku dan ridhwan berbincang tanpa perdebatan, tanpa perpisahan maksud ku. Satu bulan, di bulan ramadhan. Mengingat seringnya kami berpisah belakangan, kami berdua malah sibuk saling menunjukkan siapa yang paling sayang. Sampai di ujung hari, aku membuat kesalahan yang menurutnya tak termaafkan. Aku mengabaikannya, hanya karena suasana hati ku tak baik. Ridhwan marah besar, aku tidak menyangka ridhwan akan semarah itu. Atau mungkin juga ia sudah menahannya sebulanan ini, mungkin. Kemudian ia menghilang, aku berusaha menghubunginya dimanapun, sayangnya semua akun media sosialku sudah diblokirnya. Aku coba sms, tidak ada respon. Dan akhirnya dia menghubungiku di Whatsapp, ridhwan bilang sekarang semuanya sudah berakhir. Dan kali ini aku menerimanya, menghargai apa yang sudah ia putuskan. Di akhir kalimat ia menutup dengan "Aku cukup senang pernah kenal kamu", aku tersenyum lega, paling tidak selama dengan ku ia pernah bahagia d...

Siapa yang paling mencintai?

Setiap hari yang aku lalui tanpa Ridhwan adalah hari-hari yang sulit. Belum pernah aku merasa seberantakan ini, sesakit ini, segila ini hanya karena kehilangan seseorang yang bahkan tidak mau berjuang untuk ku. Kemarin aku menghubungi Ridhwan, aku sudah tidak tahan. Aku bilang aku mau menunggunya kapanpun ia ingin kembali, ia bilang "Iya, terserah." Aku merasa ditampar, aku sedikit tersadar. Aku heran, kenapa hati manusia mudah sekali berubah? Rasanya baru kemarin Ridhwan begitu sangat mencintaiku, sekarang ia bahkan tak mau perduli dengan ku. Lantas kenapa hati ku tidak? Aku tak pernah dengan mudah mencintai seseorang, begitu juga berpindah. Aku butuh banyak waktu, aku butuh bertahun-tahun, aku butuh perjalanan yang panjang. Aku kira, aku sudah sampai pada "suatu hari nanti" yang selalu aku semogakan, ternyata aku keliru. Seakan tidak cukup rasa sakit yang harus aku pikul beberapa tahun terakhir, aku malah berpisah lagi dengan cara yang lebih menyakitkan. Hany...

Patah hati terdalamku.

Baru kali ini aku mendengar Ridhwan menangis, saking kesalnya dia denganku. Ridhwan marah, aku tak membalas pesan darinya (lagi). Belakangan dia jadi sangat dingin, pasca masalah aku kehabisan kuota dan tak bisa menghubunginya seharian, ditambah sinyal yang kurang mendukung. Permasalahan selesai, tapi Ridhwan masih dingin. Karenanya aku jadi sangat berhati-hati, ku jadi takut salah-salah, aku takut mengganggunya barang kali ada masalah pribadi. Semakin dia dingin, semakin aku merasa dia tidak membutuhkan ku. Dia bahkan pernah bilang pada sahabatku bahwa dia ingin menjauh dariku. Aku khawatir. Setelah memarahiku habis-habisan, Ridhwan memutuskan untuk berpisah. Dia bilang "Kamu bisa gak pergi aja jauh-jauh dari hidupku, dan kita sudahi semuanya?" Aku menangis tersedu-sedu, tidak percaya. Aku kehilangannya lagi. Ridhwan bilang aku tidak pernah memperdulikannya, tidak pernah menyayanginya, selalu melakukan kesalahan yang sama, dia lelah selalu tersakiti dan dia sudah muak...

Balikan.

Hari ketiga setelah putus, Ridhwan menghubungiku. Sengaja aku menahan diriku mati-matian untuk tidak menghubunginya duluan, dengan menguninstall whatsapp dan vakum instagram-an. Menghindari hal-hal ceroboh yang bisa saja aku lakukan dan mungkin malah semakin membuatnya marah dengan ku. Pagi itu aku menginstall whatsapp lagi, karena ada sesuatu yang harus aku cek di grup kampus. Aku lihat ada pesan dari ridhwan, aku senang bukan main. Perasaan ku langsung berubah drastis, mood ku jauh lebih baik. Tapi setelah membaca pesannya aku kecewa, dia bilang "Utang-utang ku ke kamu mau ditagih aja apa diikhlasin?" Yang dimaksud utang-utang disana adalah janji-janjinya selama ini. Aku males berdebat, akhirnya aku bilang "sudah aku ikhlasin semuanya", terus dia bales "terimakasih". Dasar memang Ridhwan, dia bahkan tidak menanyakan kabarku. Dan memang dasarnya aku yang tidak bisa menahan rasa penasaran dengan apapun tentangnya, malah aku mencoba basa-basi menanya...

Tulisan pertama Ridhwan, untuk ku.

Untuk yang tersayang, Eka Febrianty.   Perlu kamu tahu sebelumnya, bahwa aku ini bukan orang yang biasa menuliskan sesuatu. Bahkan ketika menerima asupan materi kuliah dari dosen sekalipun. Alasannya hanya karna aku malas. Meskipun aku sering mendengar bahwa selain dengan minum air putih dingin, perasaan lega dapat dijumpai dengan menuliskan ide, gagasan atau apapun yg ada di kepala kita, aku tidak begitu tertarik. Tapi, kali ini aku merasa harus menuliskan sesuatu yang beberapa minggu terakhir ini acap kali menjadi sumber kebahagiaanku. Mungkin ini akan menjadi tulisan terpanjang sejak karangan bebas yang kubuat di kelas 5 Sekolah Dasar. Dia biasa dipanggil Eka. Lengkapnya, Eka Febrianty. Mungkin karna dia anak pertama, dan lahir di bulan Februari. Sedikit tentangnya, menurutku dia manis, punya suara yang lucu, dan terpenting, dia selalu benar. Pada dasarnya, dia sama seperti perempuan lainnya. Yang membedakan hanya dia tidak punya pensil alis, dan lebih rumit dari konjektur a+b...

Putus.

Kemarin, Ridhwan memutuskan untuk berpisah. Pagi itu, ia bilang sekarang semuanya sudah berakhir. Aku menutup mata ku setelah selesai membaca pesan terakhir darinya, semampunya aku menahan air mataku agar tidak terjatuh. Aku telah kehilangannya, itulah kenyataan yang saat ini harus ku terima. Kemarin malam kami memang bertengkar hebat, aku mengangkat telpon seorang kenalan di LINE. Ridhwan habis-habisan memarahiku, aku salah dan aku mengakuinya. Ia bilang aku membohonginya, aku sudah minta maaf menjelaskan semuanya bahwa orang itu tidak lebih dari kenalan dan aku tak pernah punya niat untuk lebih jauh dari itu, tapi memang dasarnya Ridhwan itu batu, ia bahkan tak mau tau. Dia bersikeras untuk menghubungi pria itu, sialnya pria itu mengaku akulah yang memulainya. Aku kecewa, ridhwan mempercayainya. Sekarang aku kalah telak, aku tidak punya pembelaan lagi. Satu-satunya orang yang ku percaya malah tak bisa mempercayai ku. Aduh rasanya ingin sekali saat itu aku tertawa, ia mengenal ku...

Kesalahan yang sama❔

Sama seperti kebiasaan pasangan lain, aku dan Ridhwan juga sering bertengkar. Bedanya setiap pertengkaran selalu terjadi karena kesalahan ku, kesalahan yang sama yang selalu ku ulang-ulang katanya. Aku baru saja menutup telpon darinya, ia ketiduran. Ia pasti kelelahan habis memarahiku dengan perkataan dan teguran yang sama seperti sebelum-sebelumnya. Ia bilang aku tak pernah menyadari kesalahan ku, ia lelah dan sekarang semuanya terserah aku. Aku mau begini-begitu semuanya terserah aku, karena aku juga tidak pernah mendengar apa yang ia bilang katanya. Lalu aku menangis seperti biasa, ia tak perduli, dipikirannya aku salah, dan aku harus menyadari dan belajar dari semua itu. Masalahnya adalah ia bilang aku tidak bisa membuktikan kalau aku benar-benar sayang dengannya. Aku sering menghilang, sering tak ada kabar dan tak pernah memperdulikannya. Aku bingung, aku jelas sangat menyayanginya. Tapi mengapa dan mengapa perasaan itu tak pernah sampai padanya. Aku mengingatkannya makan, a...

Tulisan pertama, untuk orang terakhir.

Teruntuk dia kekasihku, Muhammad Ridhwan. Tulisan pertama ini jelas untuknya, seseorang yang teramat sangat aku cintai saat ini dan ku harap juga untuk selama-lamanya. Sekarang ia pasti sedang tidur pulas-pulasnya, setelah bersikeras memilih untuk tak tidur malam dan malah telponan denganku sampai pagi. Dasarr orang itu memang keras kepala, beruntung rasa ngantuk bisa mengalahkannya haha. Entah rasanya ingin sekali aku melihatnya tertidur pulas, memandangi wajahnya sepuas-puasnya, mendengar apakah ia mendengkur atau mengigau saat terjaga. Aku selalu penasaran dengan hal itu, pasti sangat menyenangkan bisa memperhatikan tanpa disadari olehnya. "Lima ribu sembilan puluh tiga mil" menjadi alasan kenapa keinginan yang sederhana itu bisa menjadi terlalu mewah untuk kami berdua. Tapi apa yang mau dikata, ia sudah terlalu nyata untuk ku. Ia pernah bilang "Apa ada yg bisa menjelaskan, bagaimana ikan di lautan bisa bertemu dengan sayur mayur di taman dalam satu masakan? M...